Ketegangan di Timur Tengah terus meningkat. Iran secara resmi meluncurkan 180 rudal ke Israel pada Selasa (1/10/2024) malam.
Ini adalah serangan udara Iran kedua terhadap Israel dalam waktu kurang dari enam bulan. Kali ini, rudal balistik tiba lebih dulu di akhir waktu penerbangan 12 menit dan targetnya tampaknya mencakup daerah perkotaan yang padat. Di media lokal, pejabat Israel dikutip menggambarkan serangan itu sebagai deklarasi perang Iran.
Meskipun tidak ada korban jiwa, fakta bahwa kota-kota menjadi sasaran akan menjadi penting bagi respons Israel. Setelah serangan Iran pada bulan April, pembalasan sebagian besar bersifat performatif.
Satu-satunya target yang diserang di dalam Iran adalah pos pertahanan udara di pangkalan militer dekat Isfahan.
Pada Selasa, Amerika Serikat (AS) sejatinya telah memberikan peringatan akan peluncuran rudal Iran yang akan segera terjadi. Hal ini mungkin dengan tujuan menghilangkan unsur kejutan dari serangan tersebut, dan dengan harapan untuk mencegahnya.
“Setelah gagal, pengarahan AS kepada wartawan sebelum peluncuran tersebut memiliki manfaat politik yang tersisa dengan menunjukkan bahwa Washington setidaknya tidak terkejut,” tulis The Guardian dalam analisisnya.
Meski begitu, kejadian ini menggugurkan klaim Presiden Joe Biden bahwa pihaknya telah menghentikan perluasan eskalasi di Timur Tengah. AS juga dilaporkan telah memberi isyarat kepada Teheran bahwa jika terjadi serangan Iran kedua, AS tidak akan dan tidak dapat menjadi pengaruh yang menahan.
“Secara politis, pemerintahan Biden tidak dapat dianggap mengikat tangan Israel dalam menghadapi serangan Iran terhadap kota-kota Israel. Rezim Iran (khususnya IRGC) merasakan tekanan untuk menunjukkan kepada proksi dan sekutu regionalnya, dari Hizbullah hingga Houthi di Yaman,” katanya.
Sementara itu, Netanyahu memiliki keleluasaan yang lebih besar. Dengan rudal Iran di atas Tel Aviv, jauh lebih sulit bagi Washington untuk mencoba mempengaruhi tindakannya, dan jauh lebih sulit bagi lawan perdana menteri untuk menyerukan pemecatannya.
Proyeksi Situasi ke Depan
Menurut laporan terbaru pada Selasa malam, rudal Iran telah menyebabkan cedera minimal, tetapi menimbulkan momok tentang apa yang mungkin terjadi dalam beberapa tahun ke depan: rudal yang berjarak 12 menit dari Israel, membawa hulu ledak nuklir.
Perang penghancuran Israel terhadap musuh-musuh regionalnya, pertama Hamas dan kemudian Hizbullah, akan menambah urgensi argumen dari para petinggi Iran bahwa hanya senjata nuklir yang dapat menjaga negara itu. Dan nantinya, ketakutan bahwa argumen tersebut mungkin menang di Teheran akan memicu seruan di Israel untuk perang pencegahan.
“Di masa-masa berbahaya seperti ini, kawasan ini secara historis berharap Washington dapat menahan dan membalikkan logika eskalasi. Namun, orang yang saat ini menduduki Ruang Oval adalah presiden yang tidak berdaya yang telah diabaikan hingga dipermalukan dalam beberapa bulan terakhir oleh sekutu terdekat AS di Timur Tengah,” tulis The Guardian.
Sudah lama ada suara-suara di lembaga pertahanan AS yang menyerukan AS untuk bertindak lebih dulu terhadap program nuklir Iran. Suara-suara itu kini akan meningkat dalam upaya untuk mempengaruhi presiden yang telah berjanji untuk membela Israel dari ancaman Iran.
Pemerintahan Biden secara umum bersikap hati-hati dalam hal usaha militer di luar negeri. Wakil Presidennya yang juga calon presiden, Kamala Harris, diperkirakan akan mengikuti jalan yang sama, dengan keterikatan yang lebih sedikit terhadap Israel.
“Namun, meningkatnya kekerasan di Timur Tengah akan merusak peluangnya untuk menggantikan Biden di Gedung Putih, dan semakin mendekatkan prospek kembalinya kartu liar terbesar dari semuanya, Donald Trump.”